Kamis, 29 Mei 2008

Desa Wisata Sendangsari

Desa Sendangsari terletak di Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo, Propinsi Jawa Tengah. Terdiri dari empat dusun, yaitu Dusun Sendangsari, Dusun Kali Kuning, Dusun Gondang, dan Dusun Penampelan, Desa Sendangsari mempunyai sejarah desa yang tidak dapat dilepaskan dari suatu kebersamaan dari sebuah kelompok masyarakat. Dahulu kala tersebutlah sebuah “Manunggalaning Warga” yang berarti para pemersatu warga di Sendangsari. Kemudian merekalah yang dipercaya sebagai cikal bakal masyarakat Desa Sendangsari sekarang. Para pendiri yang lebih dikenal dengan sebutan Eyang tersebut, antara lain sebagai berikut :
1. Eyang Waridin
2. Eyang Gathul, Eyang Sayid Imam, Kyai Nursidin –ketiganya kemudian disebut dengan “Tri Saka”. Menurut kepercyaan masyarakat setempat ketiganya dimakamkan di Makam Gondang-
3. Eyang Syekh Rahmad Maulana
4. Eyang Tadirja beserta istri
5. Eyang Kyai-Nyai Tepo
6. Eyang Kyai-Nyai Dhug
7. Embah Sawijaya
Pada awalnya Desa Sendangsari lebih dikenal dengan sebutan Wiladabanyu. Nama tersebut berasal dari nama pendiri desa yaitu Eyang Waridin. Tersebutlah pada waktu itu Eyang Waridin menemukan mata air atau “tuk” di bagian selatan desa. Di sekitar mata air tersebut terdapat tanaman “Wilada” yang berwujud seperti tanaman awar-awar –sejenis pohon beringin- yang pohonnya berwarna sedikit kemerah-merahan. Wiladabanyu juga dapat diartikan sebagai sebuah tempat yang kaya akan air.
Desa sendangsari merupakan sebuah desa yang mempunyai sisi historis yang sangat kental. Mulai dari sejarah berdirinya Desa Sendangsari maupun mitos-mitos yang menyelimutinya yang masuh hidup hingga kini di dalam alam pikir masyarakat Sendangsari. Apabila merunut masalah pemukiman, pada awalnya pemukiman terletak di daerah Gomblangan. Namun setelah dianggap tidak cocok lagi dijadikan kawasan hunian, pemukiman pun dialihkan ke sisi barat, yaitu ke daerah yang saat ini dikenal sebagai daerah Tempelsari, Desa Sendangsari. Kemudian sejarah tersebut juga dipertegas kagi dengan temuan artefaktual berupa kelompok makam yang terdapat di Dusun Gondang. Dipercaya makam tersebut merupakan makam dari cikal bakal Desa Sendangsari.
Kaitan antara masyarakat dengan sumber mata air terbesar di Sendangsari yaitu Kali Gondang pun sangat erat. Ritual penting seperti ritual cukur gembel pun masih dipusatkan di Kali Gondang. Bahkan Kali Gondang pun mempunyai hubungan emosional yang sangat kuat dengan masyarakat di luar Desa Sendangsari. Tempat yang masih dianggap sakral itu tidak pernah sepi dari kunjungan orang-orang yang ingin mencari kesucian ataupun ilmu yang lebih tinggi lagi.
Sebuah desa tidak pernah dapat dipisahkan dari tradisi-tradisi yang masih dijaga oleh masyarakat pendukungnya hingga saat ini. Begitu juga dengan Sendangsari. Saat ini masih dapat dijumpai ritual seperti cukur gembel, undhuh-undhuhan –pawai obor mengelilingi kampung dengan menampilkan berbagai atraksi kesenian pada akhir perjalanan-, merdi desa, serta upacara-upacara kematian.
Kekayaan budaya tersebut kemudian diimbangi dengan suburnya bumi Sendangsari. Sawah-sawah terasering sudah dapat disaksikan begitu memasuki gerbang Desa Sendangsari. Selain tanamam pokok berupa padi, Desa Sendangsari juga merupakan salah satu produsen kenci –selada air- yang cukup diperhitungkan di Wonosobo. Selain itu akan banyak sekali dijumpai tanaman jagung dan ketela.
Keadaan budaya dan alam Desa Sendangsari yang didukung oleh kehomogenitas masyarakatnya memberikan citra desa kepada siapa pun yang datang berkunjung ke sini. Walaupun terlihat berbeda dengan desa-desa di dataran rendah pada umumnya, baik dari segi pemukiman maupun aksesibilitas jalan, namun Sendangsari tetaplah sebuah desa dengan seluruh kehangatan elemen-elemen pendukung di dalamnya.

Potensi Desa Sendangsari
Desa Sendangsari memiliki potensi yang sangat kaya. Potensi tersebut terdiri dari potensi budaya, potensi alam, dan sumberdaya manusia. Terdapat kurang lebih 19 kelompok kesenian di Desa Sendangsari. Mulai dari yang sangat tradisional hingga yang paling modern. Kesenian-kesenian tersebut antara lain, kesenian Lengger atau Tari Topeng, Kuda Kepang, rodat, kesenian rebana, kesenian Liong, karawitan, pop dangdut, dan masih banyak lagi. Kesenian-kesenian tersebut masih melekat dalam kehidupan masyarakat Sendangsari. Di sore-sore tertentu kita masih dapat menjumpai sesi latihan dari tiap kelompok kesenian yang ada.
Dalam bidang pertanian juga tak kalah kayanya. Tanaman kenci –selada air- meawarnai hampir di setiap sudut persawahan di Sendangsari terutama di bagian barat. Kemudian dilengkapi dengan padi, jagung, ketela, cabai, sawi, dan tembakau. Tanaman hasil bumi tersebut pun dapat kita nikmati hasil olahannya. Sendangsari terkenal dengan kuliner tradisional berupa geblek, combro, canthir, jagung brondong, dan opak. Makanan-makanan tersebut dapat dengan mudah dijumpai di Sendangsari.
Sebagai sebuah desa yang terletak di dataran tinggi, Sendangsari juga mengajak semua pengunjung yang mampir ke titik-titik dimana pengunjung dapat menikmati keindahan alam yang sangat eksotik. Bukit Katimuruh menjadi salah satu tempat untuk dapat menikmati Kota Wonosobo dari atas. Selain itu kita dapat mengunjungi tanah bengkok Sekitri. Di sini kita dapat memetik cabai sambil berinteraksi dengan petani setempat. Ingin mengunjungi tempat yang disakralkan lainnya selain Kali Gondang, makam kuna Gondang dapat dijadikan sebuah pilihan yang tepat. Makam kuna ini dipercaya sebagai makam dari cikal bakal masyarakat Desa Sendangsari. Semua potensi budaya dan alam tersebut selalu dibalut dengan kehangatan masyarakat Desa Sendangsari.

Kesenian Lengger
Kesenian lengger adalah kesenian yang sangat dekat dengan masyarakat Sendangsari. Cerita yang dimainkan dalam pentas seni lengger adalah cerita yang diambil dari babad Kediri dan Jenggolo. Bagian yang diambil adalah cerita pada saat Raden Panji Asmoro Bangun berpisah dengan istrinya dewi Galuh Condro Kirono (Dewi Sekar Taji). Raden Panji Asmoro Bangun meninggalkan keraton dan mengembara karena perbedaan pemikiran di dalam keluarga.Didorong oleh rasa cinta yang begitu besar kepada suaminya, maka Dewi Sekar Taji juga ikut meninggalkan keraton. Ia kemudian mengembara dan menyamar untuk mencari suaminya. Dewi Sekar Taji sering menyamar sebagai seorang buruh tani agar tidak diketahui oleh rakyatnya.
Kesenian lengger yang juga dikenal sebagai Tari Topeng tersebut tidak dapat dilepaskan dari kesenian Kuda Kepang. Apabila kesenian Kuda Kepang dipentaskan di dalam suatu acara pesta di desa pada siang hari, maka sesudah itu mulai pukul 14.00 WIB sampai malam hari akan dilanjutkan dengan pentas seni Lengger. Namun terdapat pengecualian, yaitu apabila kesenian lengger dipentaskan dalam suatu acara resmi, tidak perlu didahului oleh Kuda Kepang mengingat waktu yang tersedia sangat terbatas.
Seperti kesenian lainnya, di dalam kesenian Lengger terdapat urut-urutan penyajian. Sajian karawitan gendhing Mayar sewu menjadi pertanda akan dimulainya sebuah pertunjukkan. Sembari menunggu para peraga mempersiapkan diri, tembang babadan pun dilantunkan. Di dalam tembang tersebut ditembangkan lagu yang berisi tolak balak untuk menolak semua gangguan selama pertunjukkan. Kemudian seorang pawang muncul sambil membawa sesaji. Sesaji yang digunakan terdiri dari bunga talon, daun sirih, rokok, minuman dari kopi, sulur dan daun jipang, bara api, kemenyan, dupa, dan Torong gelas.
Bacaan-bacaan mantra pun mengalir pelan dari mulut seorang pawang. Kemenyan dan dupa kemudian dibakar. Semua ritual tersebut ditujukan untuk memohon kepada para roh, Endang Larasati –yang merupakan roh wanita sebagai pelindung mereka- agar mau merasuki para pemain dan melindungi semua pemain selama berlangsungnya pentas seni lengger.
Setelah semua ritual dilakukan maka dimulailah pentas seni lengger dengan urutan tarian sebagai berikut :
1. Tari Kuda Kepang
Biasanya tari Kuda Kepang dibawakan oleh 11 orang penari dan seorang yang berfungsi sebagai pemimpin (Jawa = Pelandang). Tari Kuda Kepang (Emblek) ini diambil dari legenda Raja Panji (Babad Jenggala, Kediri). Tarian ini mempunyai ritme sedang hingga cepat dan penuh dengan gerakan-gerakan yang energik dan bersemangat. Musik gamelan mengiringi para pemain dalam memerankan tokoh yang ada dalam babad. Dari kostum yang dikenakan hingga komposisi gerak tarian dapat dilihat adanya perbedaan karakter yang dimainkan. Ada yang berperan sebagai seorang prajurit yang sedang latihan perang-perangan dengan menunggang kuda. Ada yang menggambarkan seorang tokoh Adipati atau pangeran yang juga sedang menunggang kuda. Ada juga yang menggambarkan Abdi yang memelihar kuda, mulai dari mengeluarkan kuda dari kandangnya, memandikan kuda sampai melatih kuda berlari dan sebagainya. Tari Kuda Kepang ini dapat disuguhkan di bagian awal maupun di bagian akhir pentas seni lengger.
2. Tari Gambyong Lengger
Tari Gambyong Lengger merupakan tarian selamat datang yang dibawakan oleh dua orang penari lengger dengan suasana gembira.
3. Tari Sulasih
Nuansa mistis mulai dapat dirasakan ketika tari sulasih mulai dimainkan. Tari sulasih dibawakan oleh seorang penari pria yang menggunakan topeng. Tarian ini ditujukan untuk mengundang roh Bidadari (Endang Larasati) agar mau turun dan melindungi semua penari selama pentas berlangsung.
4. Tari Kinayaan
Merupakan tari yang dibawakan oleh penari Topeng halus (alusan) sebagai pembuka atau selamat datang kepada para Endang atau Roh yang lain yang telah melindungi para pemain.
5. Tari Bribil
Pada saat tari Bribil ini penari topeng menggunakan Topeng Thelengan agak Gechul yang menggambarkan rasa cinta kasih. Hal ini juga sebagai pertanda bahwa para dayang telah turun dan menyatu bersama penari lengger.
6. Tari Blenderan
Tari ini menggambarkan seorang wanita yang sedang bersolek karena masih dalam perasaan rindu.
7. Tari Rangu rangu
Pada saat tari ini dimainkan, penari topeng menggunakan topeng gagahan. Gerakan dari tarian ini ritmenya cepat dan cenderung kasar. Hal tersebut menggambarkan perasaan dari tokoh yang diperankan. Perasan asmara yang begitu dalam sehingga lupa diri dan akhirnya kemasukan roh jahat. Dalam tarian ini penari memakan beling/gelas/torong lampu dan meminum daun kembang.
8. Tari Jangkrik Genggong
Penari dalam tarian ini menggunakan topeng yang bringas. Gerakannya kasar dan lincah serta sering dalam keadaan lupa diri dan akhirnya kemasukan roh.
9. Tari Gondhang Keli
Tari ini menggambarkan seseorang yang sedih meratapi nasibnya yang sebatang kara dan lupa diri sehingga kemasukan roh kabur kanginan. Penari kemudian memakan bunga mawar merah dan putih, munyak duyung, dan bara api/api, selanjutnya memakan bunga kantil, dan meminta kembali sadar seperti semula.
10. Tari Sontoloyo
Muncul seorang penari dengan menggunakan topeng bertopi layaknya seorang komando yang gagah berani. Penari tersebut menegaskan bahwa tokoh yang sedang diperankannya berpembawaan tegas dan bijaksana.
11. Tari Kebogiro
Penari topeng menggunakan topeng yang mukanya seperti kerbau sehingga menggambarkan seorang yang kemasukan roh kerbau yang ganas dan kasar. Oleh karena gerakan dan gambaran tersebut maka tarian ini disebut juga sebagai tari kebogiro.

12. Gendhing Penutup
Merupakan gendhing yang dibawakan untuk mengakhiri pentas seni dan pertunjukkan .
Demikianlah selayang pandang mengenai Desa Sendangsari. Sebuah desa yang lahir dengan budaya yang sangat kental. Desa yang masih setia menyuguhkan alam pedesaan khas karakter dataran tinggi. Selamat menikmati.

Tim KKN PPM UGM 2008

3 komentar:

Ganjar Runtiko mengatakan...

Mas / Mbak saya minta tolong data demografi desa sendangsari dong...penting banget. alamat email: ganjarruntiko@gmail.com

Unknown mengatakan...

Official website karang taruna sendangsari Yogyakarta di www.Kt-sendangsari.Herobo.Com

satudaraku mengatakan...

Emplit